Minggu, 29 Januari 2017

SEBARIS JUDUL NAPAK TILAS MELINTASI PANTAI BANGKA BARAT

SEBARIS JUDUL NAPAK TILAS MELINTASI PANTAI BANGKA BARAT
Oleh Febi Saiful Mujab (Fasilitator SD 5 Fatahillah)


            Judulnya memang sebaris yah, namun isinya insya’Alloh tidaklah sebaris, melainkan berbaris-baris. Seperti perjuangan kita terus berbaris dalam barisan yang rapi dan terkomandoi. Semoga kelak kita semua dipertemukan lagi di tepian pantai indah sejauh mata memandang, seindah mata ini memandang keletihan kalian semua memikul beban perjuangan menyusuri pantai. Keletihan itu indah, selama fii sabilillah.
            Ada yang bilang bahwa pantai terbentuk karena terjadinya erosi di sekitaran daratan disebabkan terpaan gelombang badai, adanya gelombang badai karena hadirnya hembusan angin laut yang kencang. Secara alami, kencangnya hembusan angin lambat laun merubah profil pantai menjadi semakin indah adanya. Mari merenung sejenak! Ternyata pantai mempunyai masa lalu penuh liku-liku, boleh jadi itu sebabnya pantai terlihat berliku-liku alias berkelok-kelok. Ada lagi yang lain, ternyata setelah diamati di setiap kawasan berbeda pula luas pantainya, tergantung seberapa kencang terjangan ombak dan seberapa kuat pohon-pohon yang menaungi, serta bebatuan yang terlihat kokoh melindungi. Setiap pantai begitu indah dengan adanya itu semua. Tidak ada yang tidak mungkin, bila yang terjadi itu adalah pada diri manusia. Semakin kencangnya badai kehidupan, penguatan dari saudara-saudara sekitar dan perlindungan dari Ilahi Robbi, membuat hidup semakin indah bermakna tak seorang pun mampu melukisnya.
            Dah, cukup prolognya, kita cukupkan basabasinya :p. Di tulisan ini, saya akan menuliskan catatan perjalanan hasil penelusuran pantai Bangka Barat. Terlahir di Provinsi Sumatera Selatan dan tinggal di tengah-tengah Kota Palembang, cukup jauh untuk ke Bangka. mungkin perjalanan kami para rombongan karyawan Sekolah Alam Indonesia Palembang menuju ke pantai Bangka dapat dihitung jari, sepuluh jari masih tersisa tiga jari, lebih kurang tujuh jam tepatnya. Perjalanan naik taksi Star Club – Bus Damri – Kapal Ferry – Mobil truk angkut bak terbuka. Sampai di pelabuhan Muntok – Bangka, mata terasa mulai dimanjakan oleh desir angin dan pemandangan pantai. Paling seru ketika naik mobil truk dengan bak terbuka, sensasinya itu loh yang membuat berbeda. Hamparan pemandangan hijau perbukitan dan hembusan angin yang menyejukkan pandangan mata. Masya’ Alloh, Allohu akbar, begitu indah ciptaan-Mu Yaa Robb. Berbeda jauh dengan atmosfer di Kota Palembang.
            Sekitar pukul empat sore, saya bersama puluhan guru dan karyawan Sekolah Alam Indonesia Palembang tiba di lokasi, berjalan sekitar seratus meter menuju Pantai Tanjung Ular. Susur pantai semakin bersemangat dengan keikutsertaan salah satu guru SAI pusat, yaitu Pak Novi. Menambah kekuatan barisan dalam susur pantai kali ini.

Foto 1: Berjalan sesuai kelompok menuju Pantai Tanjung Ular (lokasi bermalam hari pertama)

Saat tiba di pinggiran pantai, saya berdiri di atas batu, menikmati bunyi hempasan ombak air laut, desiran pasir pantai dan angin spoi-spoi menambah kesyahduan membawa jiwa melayang dalam lamunan entah ke mana. Terbayang dalam benak, hampir saja saya melewati moment-moment ini tanpa bekas karena ingin membatalkan untuk tidak ikut susur pantai, hanya masalah sepele “Lutut yang Terluka”. Teman-teman mulai menguatkan saya untuk ikut dalam barisan. Sudah saya sampaikan pada prolog, bila ada penguatan dari saudara-saudara sekitar, badai keegoisan dalam diri akan mudah dilalui meski perdebatan dalam hati sangat dahsyat terjadi. Pada prinsipnya, dalam berjama’ah, kita dituntut untuk memprioritaskan keutuhan dan kebutuhan jama’ah, bukan memprioritaskan keutuhan dan kebutuhan diri sendiri, apalagi tanpa alasan syar’i.
Terbangun dari lamunan, segera saya menuju lokasi untuk bermalam beristirahat mempersiapkan energi untuk agenda dahsyat keesokan paginya. Sebelum sore mulai larut dan gelap, kelompok kami (Pak Mujab, Pak Irwansyah, Pak Casmin, Pak Sugeng, Bu Dhani, dan Bu Ayu) bergegas mendirikan tenda dan mengumpulkan kayu bakar api unggun untuk menghangatkan badan dan atmosfer di sekitaran tenda pada malam hari, melihat kondisi angin pantai yang mulai terasa dingin.
Foto 2
Foto 3
Foto 2 & 3: Kelompok kami mendirikan tenda

            Udara terasa semakin dingin, fajar sepertinya sudah tiba. Dengan tubuh tergopoh-gopoh kedinginan, kami mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajjud berjamaah di pinggiran pantai sembari menunggu tibanya waktu sholat shubuh, suara gelombang air laut yang menderu menambah kekhusyukan kami. Allohu akbar.
            Pukul 07.00 WIB, agenda dahsyat telah tiba “Tracking Menyusuri Pantai” sejauh mata memandang. Menara Mercusuar menjadi lokasi finish perjalanan, namun dari lokasi kami berdiri tidak terlihat satupun menara. Gilaaa...! Di mana tuh Mercusuar. Kami semua optimis, belum juga dimulai, hhhe. Salam foto nih dari kami!

Foto 4: Foto bareng sekelompok “Pak Casmin jadi fotografernya jadi tidak ikut berfoto”

            Selama lebih kurang tiga jam kami belum juga sampai di titik finish, panitia mengatakan perjalanan kita diprediksikan akan tiba pada malam hari. Hebatttt! Saat itu tracking baru sampai pukul sebelas, masih harus berjalan menyusuri pantai lebih dari tujuh jam lagi, dengan membawa carrir bermuatan lebih kurang 10 kg. Di sini kekuatan dan kesabaran kami diuji. Luar biasa, Allohu akbar.

Foto 5: Menyeberangi aliran sungai kecil, sehingga mengharuskan kami melepas sepatu


Foto 6: Istirahat sejenak melepas keletihan sembari menikmati pemandangan

            Ujung perjalanan kami adalah di bawah menara Mercusuar. Di kegelapan malam, akhirnya perjalanan susur pantai selama 12 jam dan diperkirakan jauh perjalanan sekitar 30 kilometer. Tracking yang tidak dekat bagi saya sejauh itu, jalan kaki  terjauh perdana. Luar biasa! Mercusuar, tempat yang berdekatan dengan pelabuhan ini menjadi saksi bisu akhir perjalanan susur pantai kami, meninggalkan jejak kenangan indah. Tidak banyak yang bisa saya dokumentasikan dalam kamera genggaman, namun semua secara utuh terekam dalam memori ingatan ciptaan sang Ilahi, tak terlupakan sedikitpun bila masih teringat.

Jangan di rumah aja Bro! Indonesia itu Indah.”



#SalamKomunitasHebat   #SekolahAlamIndonesia