Senin, 19 Februari 2024

 

TUGAS AKHIR SEMESTER

REVIEW JURNAL


 

DISUSUN UNTUK MEMENUHI

TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

 

DISUSUN OLEH:

FEBI SAIFUL MUJAB

NPM: 062308001

 

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

STISIPOL CANDRADIMUKA PALEMBANG

TAHUN 20
23


A.      JURNAL PERTAMA

Judul Jurnal

INTERCULTURAL COMMUNICATION AT HIGHER EDUCATION
CONTEXT: PORTRAITS AND PRACTICES

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PENDIDIKAN TINGGI
KONTEKS: POTRET DAN PRAKTEK

Penulis

Muh. Basri Wello
Universitas Indonesia Timur
Email: Mbasriwello6@gmail.com

Sahril Nur
Universitas Negeri Makasar
Email: Sahril@gmail.com

Astuti Azis
Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa
Email: tuty_asiz@yahoo.com

Publikasi

Jurnal Pendidikan Bahasa Internasional, Vol. 1 No.2 Tahun 2017 hlm.8-16

 

Reviewer

Febi Saiful Mujab / NPM: 062308001

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi

STISIPOL Candradimuka Palembang

Diakses Pada Tanggal

Sabtu, 01 Juli 2023, Pukul 13.36 WIB

Latar Belakang Penelitian

Dalam beberapa dekade terakhir, Intercultural Competence (IC) menjadi lebih populer dan dianggap sebagai mata pelajaran yang mandiri. Beberapa universitas memperkenalkan program dalam bentuk workshop, beberapa lainnya menjalankan program pertukaran, beberapa mengundang pembicara tamu dari budaya yang berbeda di kelas dan banyak lagi. Nampaknya IC kini menjadi tuntutan dan tujuannya semakin meluas. Program ini telah berubah menjadi sebuahsubjek wajib untuk memiliki komunikasi yang relevan dan efektif. Seperti yang dinyatakan sebelumnya kursus ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk memahami orang lain, budaya mereka dan menghadapi setiap insiden antar budaya di masa depan. Poin terakhir adalah tujuan utama dari penelitian ini, khususnya mempersiapkan siswa bahasa Inggris bisnis dengan informasi dan keterampilan terkait antar budaya yang dapat membantu mereka mengatasi konflik dan potensi guncangan di kemudian hari.

Dalam upaya untuk memenuhi tujuan ini, kami mencoba menyajikan praktik berbasis bukti di bidang kompetensi antar budaya. Dalam artikel ini, saya memberikan ulasan tentang studi tentang kompetensi antar budaya dari lima negara berbeda. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menyajikan penelitian dari konteks yang berbeda, model komunikasi antar budaya yang dikembangkan dalam pengaturan tersebut dan kemungkinan model adaptif untuk mengembangkan pelajaran dalam pengaturan pendidikan tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian dalam jurnal bertujuan untuk menyajikan penelitian dari konteks yang berbeda, model komunikasi antar budaya yang dikembangkan di lingkungan tersebut dan model adaptif yang mungkin dikembangkan di lingkungan pendidikan tinggi Indonesia.

Studi Data Penelitian

Data diperoleh dari tinjauan yang cermat terhadap artikel internasional tentang studi komunikasi antar budaya dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kajian yang ditulis sebagai resensi buku (Snow, 2015; Weng, 2015); dilakukan di institusi lain seperti layanan kesehatan mental (Bourjolly, Sands, Solomon, Stanhope, Pernell-Arnold, & Finley 2005); atau basis komunitas (Barker, 2015), mempekerjakan guru daripada siswa (Ngai & Janusch, 2015); diterapkan untuk situasi nyata seperti pariwisata (Kirillova, Lehlu, Ces, 2015) & untuk pekerja (Martin & Nakayama, 2015); Studi yang menyelidiki survei tentang kesediaan untuk terlibat dalam interaksi antar budaya (Kassing, 2009) dan studi yang dilakukan sebelum 2009 (Wasonga & Piveral, 2004) tidak disertakan.

Metodologi Penelitian

Penelitian pengembangan ini menggunakan metode Review Jurnal. Ulasan ini dibagi menjadi lima bagian. Yang pertama menjelaskan penelitian diikuti dengan deskripsi metode yang digunakan untuk penelitian. Bagian ketiga memberikan gambaran dari artikel yang dipilih. Bagian empat membahas dan mengkritik artikel dan ditutup dengan ringkasan ulasan.

Peneliti mencari di mesin pencari internet, pencari jurnal, dan sarjana google di bidang komunikasi antar budaya, kompetensi antar budaya, pemahaman antar, dan pembelajaran yang efektif. Berbagai pencarian literatur menghasilkan 16 studi yang membawa saya untuk menerapkan kriteria eksklusi dan inklusi.

Untuk dimasukkan dalam ulasan ini, artikel harus merupakan studi penelitian yang meneliti komunikasi antar budaya atau kompetensi antar budaya. Kriteria studi inklusi yang dilakukan di lingkungan pendidikan tinggi, dicapai dalam konteks yang berbeda untuk menghadirkan keyakinan yang berbeda dan faktor terkait, dilakukan dalam pembelajaran bahasa atau konteks komunikasi dan diterbitkan dalam tahun 2009 hingga 2015.

Hasil Penelitian

Hasil kajian mengungkapkan bahwa budaya masih menjadi isu terbesar yang dapat menghalangi komunikasi yang efektif dan relevan. Oleh karena itu, komunikasi antar budaya (IC) secara positif berkontribusi pada pengembangan kepekaan budaya dan terbuka untuk adaptasi untuk bekerja dalam konteks yang berbeda. Saran tentang model pendidikan antar budaya yang efektif di tingkat universitas dan contoh hubungan kolegial yang dapat diterapkan di kalangan akademisi juga diberikan.

Kesimpulan

Komunikasi antar budaya menitikberatkan pada pentingnya memahami bahasa dan latar belakang budaya orang lain agar tercipta komunikasi yang tepat dan efektif. Artikel ini mengulas beberapa studi tentang kompetensi antar budaya dari lima negara yang berbed,  bagaimana subjek mereka dikembangkan dalam lingkungan dan model strategi yang efektif untuk diadaptasi dan diadopsi. Ditemukan bahwa semua penelitian merekomendasikan IC untuk menjadi subjek independen. Namun masing-masing setting menunjukkan strategi yang berbeda yang menunjukkan adaptasi terbuka dari konteks lain seperti Indonesia. Setting Barat yang diwakili oleh Potugal, Jerman dan USA merekomendasikan bahwa IC adalah strategi yang tepat untuk berpartisipasi dalam dunia global. Peneliti juga menyarankan agar kurikulum dikembangkan dengan hati-hati untuk memenuhi kebutuhan siswa/masyarakat. Sebaliknya, Hong Kong, Shanghai, Singapura, dan Indonesia yang mewakili konteks ketimuran, menyiratkan bahwa mereka menyadari pentingnya arah tersebut dan berencana mempersiapkannya secara lebih khidmat untuk menyongsong pasar bebas.

Sederhananya, ini tidak cukup untuk menggeneralisasi masalah pemahaman antar budaya yang berarti bahwa eksplorasi lebih jauh dan lebih dalam di lapangan diperlukan untuk mengatasinya. Belajar dari kajian-kajian yang disajikan dalam review, melakukan penelitian sejenis dalam paradigma kualitatif dan menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti observasi dan analisis dokumen tampaknya berguna untuk menyajikan data yang lebih akurat.

Catatan lain dari tinjauan tersebut adalah bagaimana menginterpretasikan beberapa pendekatan yang diperkenalkan dalam studi. Mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program, adaptasi dan penelitian lebih lanjut dalam mempersiapkan pendekatan yang relevan dan cocok untuk diterapkan di Indonesia patut dipertimbangkan.

Beberapa ide awal yang harus dilakukan antara lain merefleksikan budaya sendiri, membuat aktivitas yang dapat menghasilkan perolehan pengalaman, dan menjalankan diskusi tentang gaya komunikasi.

 

B.       JURNAL KEDUA

Judul Jurnal

CROSS CULTURAL CONTEXTS IN ENGLISH LANGUAGE TEACHING

KONTEKS LINTAS BUDAYA DALAM PENGAJARAN BAHASA INGGRIS

Penulis

Ingrid Brita Matthew

FBS State University of Padang

Publikasi

Lingua Didaktika Volume 7 No 1, Desember 2013

ISSN: 1979-0457

Reviewer

Febi Saiful Mujab / NPM: 062308001

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi

STISIPOL Candradimuka Palembang

Diakses Pada Tanggal

Sabtu, 01 Juli 2023, Pukul 13.50 WIB

Latar Belakang Penelitian

Titik tolak tulisan ini adalah agar semua guru bahasa Inggris dapat mengajar, baik secara eksplisit maupun implisit, tentang budaya. Salah satu alasan utama dan asumsi di balik judul seminar ini adalah bahwa Bahasa adalah bagian dari budaya. Budaya masyarakat yang telah menggunakan bahasa Inggris selama ratusan tahun dibangun ke dalam bahasa Inggris. Yang lainnya, mengikuti Sapir dan Whorf, akan mengatakan bahwa Bahasa yang kita gunakan mengendalikan cara berpikir kita. Khususnya budaya Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara, tetapi juga budaya Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru pada tingkat yang lebih rendah di bagian selatan Afrika dan India serta negara-negara sekitarnya. Saat berbicara bahasa Inggris, budaya ini kurang lebih diasumsikan. Terlebih lagi jika percakapan berlangsung di negara berbahasa Inggris. Lebih sedikit jika percakapan dilakukan di negara yang tidak berbahasa Inggris. Budaya yang dibahas hari ini, demi kesederhanaan, bisa disebut 'budaya berbahasa Inggris'.

Budaya berbahasa Inggris adalah budaya Barat dan sangat berbeda dengan budaya Indonesia yang Timur. Mungkin ada anggapan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya harus diserahkan kepada guru mata pelajaran itu. Namun budaya begitu komprehensif, meresap dan relevan dengan setiap bagian dari pembelajaran bahasa Inggris sehingga saran dalam makalah ini adalah bahwa dalam mata pelajaran bahasa Inggris lainnya, dan juga di sekolah menengah, guru bahasa Inggris dapat dan harus dengan sengaja mengajarkan budaya saat mengajar Bahasa.

Sebagai guru bahasa Inggris kita sering berada dalam konteks lintas budaya. Selama berjam-jam setiap minggu kami tenggelam dalam lingkungan berbahasa Inggris. Kami sampai batas tertentu beroperasi dengan cara berbahasa Inggris saat kami mengajar bahasa Inggris, membaca, meneliti, menjawab email, mempersiapkan seminar, dan sebagainya. Namun sisa waktu kami beroperasi dalam budaya berbahasa Indonesia, atau budaya berbahasa Minang, atau budaya Tionghoa-Indonesia atau yang lainnya. Padahal kita hidup di lingkungan yang multikultural.

Pertanyaan krusialnya adalah: apakah siswa kita menghadapi konteks lintas budaya dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan? Dalam beberapa hal jawabannya adalah 'tidak, belum'. Beberapa siswa kami tidak pernah berinteraksi dengan orang yang bukan orang Minang. Namun itu agak tidak biasa. Sebagian besar siswa kami memiliki teman yang bukan orang Minang. Oleh karena itu mereka terpapar setidaknya beberapa etnis dan budaya lain di Indonesia. Pengalaman mereka tentang budaya Indonesia lainnya sebenarnya merupakan titik awal yang baik untuk analisis lintas budaya. Dengan cara ini jawabannya adalah 'mungkin'. Selain itu beberapa siswa kami telah berinteraksi dengan orang asing. Mereka memiliki pengalaman berkomunikasi dalam konteks lintas budaya. Dengan cara ini jawabannya bisa 'ya'.

Apakah siswa kita memilikinya konteks berbicara untuk menguasai bahasa Inggris sama sekali. Siswa kami dapat menyelinap ke budaya berbahasa Inggris saat mereka masuk ke ruang kelas kami, dan kembali ke budaya mereka sendiri saat kelas berakhir, dengan cara yang sama seperti yang kami lakukan dalam kehidupan profesional kami. Kami merugikan siswa Bahasa Inggris jika kami tidak memberi mereka tempat yang aman untuk mengalami dan mempraktikkan budaya berbahasa Inggris dan menegosiasikan pengalaman lintas budaya ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian dalam jurnal bertujuan untuk menyajikan penelitian dari konteks lintas budaya dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Agar semua guru bahasa Inggris dapat mengajar, baik secara eksplisit maupun implisit, tentang budaya. Salah satu alasan utama dan asumsi di balik judul seminar ini adalah bahwa Bahasa adalah bagian dari budaya.

Makalah ini mencerminkan kebutuhan siswa bahasa Inggris untuk mengalami 'budaya berbahasa Inggris'. Karena kelangkaan konteks alami untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris di Sumatera Barat, guru bahasa Inggris harus menyediakan konteks berbahasa Inggris dan analisis lintas budaya yang sedang berlangsung. Beberapa cara guru lintas kurikulum dapat memberikan konteks budaya berbahasa Inggris dan menerapkan analisis lintas budaya saat mengajar dibahas. Model budaya 'bawang' dihadirkan untuk menunjukkan bahwa budaya bukan hanya 'apa' tetapi juga 'bagaimana' dan 'mengapa'.

Contoh diberikan tentang bagaimana budaya dapat diajarkan secara eksplisit dan implisit.

Studi Data Penelitian

Data diperoleh dari tinjauan lapangan terhadap siswa dan guru Bahasa Inggris di dalam proses pembelajaran di Provinsi Sumatera Barat.

Metodologi Penelitian

Penelitian pengembangan ini menggunakan metode pendekatan kualitatif melalui kajian ilmiah Relation Assumptions and Behavior dengan Model budaya 'bawang' dihadirkan untuk menunjukkan bahwa budaya bukan hanya 'apa' tetapi juga 'bagaimana' dan 'mengapa'.

Hasil Penelitian 

Hasil kajian mengungkapkan bahwa ada beberapa nilai budaya berbahasa Inggris utama yang membantu menjelaskan sejumlah besar perilaku bahasa Inggris. Peneliti seperti Hofstede telah menyusun daftar lebih dari dua puluh skala budaya, dan menunjukkan betapa pentingnya menyadari perbedaan budaya ini saat berkomunikasi dengan orang, misalnya di lingkungan bisnis. Mungkin yang paling relevan untuk tujuan kita saat ini adalah individualism (versus fokus kelompok), yang seringkali juga berkorelasi dengan kemandirian (versus ketergantungan). Egalitarianisme (versus hierarki dan otoritarianisme). Peran gender yang serupa (versus peran gender yang berbeda). Dan keterusterangan (versus ketidaklangsungan). Keterusterangan dihubungkan dengan kepekaan yang rendah terhadap konteks sekitarnya. Ketidaklangsungan yang ditemukan dalam budaya Timur terkait dengan kesadaran yang tinggi akan situasi tersebut. Di kelas sastra, siswa mungkin membaca tentang ayah yang tinggal di rumah. Perilaku ini akan lebih dipahami jika nilai budaya berbahasa Inggris abad ke-21 tentang peran gender yang serupa juga dibahas. Di setiap jenis kelas bahasa Inggris, siswa bertanya mengapa penutur bahasa Inggris tidak bertanya kepada kenalan dalam percakapan pertama tentang gaji, status romantis dan perkawinan, berat badan, dan mereka juga tidak mencoba berfoto dengan mereka. Topik topik dan perilaku tabu dapat menguntungkan dikaitkan dengan diskusi budaya kelompok dan non-kelompok.

Level diagram bawang ini diberi label 'mengapa', dan menjawab pertanyaan 'mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan?' seperti pada contoh di atas. Bagaimanapun inti dari budaya yang mengendalikan asumsi-asumsi yang baru saja disebutkan dan juga semua perilaku adalah pandangan dunia. Pandangan dunia terdiri dari semua kepercayaan (agama, ilmiah, dll.) serta tujuan dan sasaran suatu budaya.

Kesimpulan

 

Bagian dari kegembiraan dan tantangan berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Inggris bagi siswa kami adalah untuk dapat melakukannya dalam konteks budaya berbahasa Inggris. Konteks ini sebagian besar di depan siswa dalam karir masa depan mereka. Namun intinya telah ditekankan bahwa guru dapat memberikan beberapa konteks budaya berbahasa Inggris. Dalam makalah ini saran telah dikemukakan tentang mengapa dan bagaimana guru bahasa Inggris dapat memasukkan pengajaran budaya secara implisit melalui penggunaan bahasa Inggris sebagai Bahasa pengantar di kelas dan budaya berbahasa Inggris yang menyertainya. Selain itu guru bahasa Inggris dapat secara eksplisit membantu siswa dalam tugas lintas budaya untuk menanyakan apa, bagaimana dan mengapa untuk menganalisis budaya berbahasa Inggris yang mereka pelajari sebagai bagian dari studi bahasa mereka.


C.      JURNAL KETIGA

Judul Jurnal

ELEMENT OF POLITENESS IN INTERCULTURAL COMMUNICATION: THE CASE STUDY OF JAPANESE AND MALAYSIAN TOURISTS

ELEMEN KESOPANAN DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA: STUDI KASUS WISATAWAN JEPANG DAN MALAYSIA

Penulis

Roslina Mamat1, Roswati Abdul Rashid2, dan Rokiah Paee3

1Penulis Pertama dan Penghubung: Profesor Madya Dr. Roslina Mamat, Jabatan Bahasa Asing, Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi, Universiti Putra Malaysia (UPM), Serdang, Selangor, Malaysia. Email: linamm@upm.edu.my

2Penulis Kedua: Dr. Roswati Abdul Rashid, Pensyarah Kanan, Jabatan Bahasa dan Komunikasi, Pusat Pendidikan Asas dan Berterusan, Universiti Malaysia Terengganu (UMT), Kuala Nerus, Terengganu, Malaysia. Email: roswati@umt.edu.my

3Penulis Ketiga: Dr. Rokiah Paee, Pensyarah Kanan dan Penyelaras Kursus, Fakulti Bahasa dan Komunikasi, Universiti Malaysia Sarawak (UNIMAS), Kota Samarahan, Sarawak, Malaysia. Email: prokiah@unimas.my

Publikasi

WILAYAH: Jurnal Internasional Kajian Asia Timur, Vol. 10, No.2, 2021, hlm.58-75.

doi.org/10.22452/IJEAS. Volume 10, Nomor 2.5

Reviewer

Febi Saiful Mujab / NPM: 062308001

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi

STISIPOL Candradimuka Palembang

Diakses Pada Tanggal

Sabtu, 01 Juli 2023, Pukul 14.00 WIB

Latar Belakang Penelitian

Komunikasi merupakan hal mendasar dalam kehidupan manusia untuk menyampaikan informasi dan keinginan individu, organisasi publik dan swasta. Seiring berjalannya waktu, komunikasi menjadi lebih luas dengan melibatkan banyak pihak. Pada awalnya, manusia digambarkan hanya memiliki alat komunikasi yang sederhana dan menggunakan bahasa isyarat karena keterbatasan kode bahasa yang diciptakan saat itu. Kini dengan sistem komunikasi yang semakin canggih, keragaman media sosial dan dunia yang semakin berkembang, terbuka dan mudah dijelajahi, menjadikan pesan dan informasi cepat dan mudah sampai ke sasaran penerima. Komunikasi dua arah tidak lagi hanya melibatkan pembicara dengan pendengar atau penulis dengan pembaca tetapi melibatkan perusahaan telekomunikasi atau penerjemah. Wisatawan masih menggunakan jasa pemandu wisata, kamus atau aplikasi khusus untuk memudahkan perjalanan atau mencari informasi tentang suatu lokasi atau produk wisata.

Kedatangan wisatawan Jepang ke Malaysia selalu menduduki peringkat sepuluh besar tangga lagu dalam 20 tahun terakhir. Sementara itu, Jepang telah menjadi negara pilihan Malaysia selama 10 tahun dibandingkan negara lain. Oleh karena itu, komunikasi pariwisata dalam konteks lintas budaya antara Malaysia dan Jepang penting untuk dibandingkan sebagai referensi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi lintas budaya para pekerja pariwisata yang terlibat. Artikel karya ini membahas struktur eksternal percakapan bahasa Jepang antara penutur asli bahasa Jepang dengan pemandu wisata Malaysia dan penutur asli Bahasa Melayu dengan pemandu wisata Jepang.

Belum ada penelitian yang dilakukan oleh peneliti lokal sebelumnya mengenai analisis percakapan bahasa Jepang yang menyentuh unsur kesantunan dalam percakapan antara pemandu wisata dan turis dalam bahasa Jepang kecuali Roslina Mamat dan Roswati Abdul Rasyid. Roslina Mamat adalah peneliti bahasa Jepang pertama yang mempelajari analisis percakapan bahasa Jepang sejak tahun 2004, sedangkan Roswati Abdul Rashid mengkhususkan diri pada interaksi dua arah antara pemandu wisata dan wisatawan yang menggunakan bahasa Jepang. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis membahas perkembangan analisis wacana dari awal sampai sekarang, agar para peneliti baru yang tertarik dengan bidang analisis wacana dapat lebih mudah memahaminya.

Tujuan

Penelitian dalam jurnal bertujuan untuk menyajikan data perbandingan komunikasi pariwisata dalam konteks lintas budaya antara Malaysia dan Jepang penting untuk dibandingkan sebagai referensi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi lintas budaya para pekerja pariwisata yang terlibat.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi guru bahasa Jepang dalam menemukan pendekatan atau teknik yang tepat dalam merencanakan rencana pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa Jepang untuk pariwisata. Kedepannya, diharapkan ada peneliti bahasa Jepang lainnya yang dapat meneliti pola bicara pemandu wisata lokal dalam jumlah yang lebih banyak sehingga temuan penelitian lebih akurat. Hal ini dikarenakan walaupun pada dasarnya total empat sesi percakapan wisata dalam penelitian ini telah mencapai tingkat yang cukup untuk sebuah penelitian kualitatif, namun kemungkinan masih ada faktor lain yang menentukan pola tuturan jika responden yang digunakan lebih banyak.Studi ini berkontribusi pada kesadaran dan kebutuhan untuk memasukkan kompetensi komunikatif antar budaya ke dalam program pariwisata yang dapat menghasilkan lulusan yang berpengetahuan luas dan siap untuk lingkungan kerja multibahasa dan multikultural.

Studi Data Penelitian

Data penelitian diperoleh dari empat sesi percakapan dalam bentuk wisata Perjalanan Mandiri Gratis atau Free Independent Travel (FIT) telah dilakukan di Melaka dan Tokyo. Dua sesi percakapan menggunakan Bahasa Jepang oleh tour guide Malaysia dengan turis Jepang dan dua sesi percakapan menggunakan bahasa Jepang oleh tour guide Jepang dengan turis Malaysia. Perekaman video, audio, visual, observasi dan catatan dilakukan untuk mendapatkan data tersebut. Rekaman itu juga didampingi oleh peneliti studi yang merekam pembicaraan dan membuat catatan.

Sesi paket tur FIT ini dilakukan di sekitar destinasi wisata Melaka di Malaysia, Tokyo dan Yokohama di Jepang. Lokasi ini dipilih karena merupakan destinasi wisata utama dan belum pernah dikunjungi oleh wisatawan yang terlibat dalam penelitian ini.

Dua kategori responden dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu pemandu wisata dan wisatawan. Mereka terdiri dari dua pemandu wisata Malaysia berbahasa Jepang dan dua pemandu wisata asli berbahasa Jepang. Sedangkan responden dari kategori wisatawan adalah dua wisatawan Jepang dan dua wisatawan Malaysia yang terlibat dalam penelitian ini.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menerapkan pengamatan sistematis terhadap interaksi selama sesi kunjungan wisata. Pendekatan ini menitikberatkan pada kajian terhadap suatu fenomena atau situasi dalam konteks nyata atau alamiah. Melalui pendekatan ini pemahaman yang mendalam tentang karakteristik eksternal bahasa dan hubungannya dengan budaya dalam konteks percakapan antara pemandu wisata dan wisatawan dapat diidentifikasi. 

Hasil Penelitian 

Analisis data menunjukkan banyak kesamaan dalam pemilihan kosakata dan bentuk kata kerja tertentu oleh pemandu wisata Jepang dan Malaysia untuk menunjukkan kesantunan dan keramahan dalam percakapan. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan bahasa Jepang pemandu wisata Malaysia hampir setara dengan pemandu wisata Jepang.

Data menunjukkan bahwa pemandu wisata Malaysia menggunakan fitur kesopanan hampir dua kali lipat dibandingkan pemandu wisata Jepang. Hal ini terjadi karena pemandu wisata Malaysia telah memahami betul budaya Jepang dan bahasa yang sesuai saat berinteraksi di bidang jasa. Orang Jepang juga merasa tidak nyaman ketika penutur asing mengabaikan 'standar sosial' saat berkomunikasi dengan penutur asli. Secara langsung atau tidak langsung penutur asli diyakini memiliki 'tingkatan' yang lebih tinggi daripada penutur non-asli jika sama-sama menggunakan bahasa Jepang. Hal demikian tidak terjadi jika kedua belah pihak menggunakan bahasa Inggris yang tidak memiliki sistem kesopanan yang kompleks dibandingkan dengan bahasa Jepang.

Kesimpulan

Penelitian ini telah mencapai tujuan yang telah digariskan dan temuan penelitian ini memberikan sorotan tambahan terhadap penelitian sebelumnya dengan mengeksplorasi detail struktur eksternal percakapan bahasa Jepang oleh Tourist Guide (TG) saat melakukan tur wisata. Meskipun studi menemukan bahwa struktur eksternal bahasa Jepang yang digunakan Malaysian Tourist Guide (MTG) sebanding dengan Japanese Tourist Guide (JTG), namun penekanan pada penguasaan aspek ini masih perlu diperkuat. MTG tidak hanya perlu menguasai bahasa Jepang secara mahir tetapi juga perlu mengidentifikasi hakikat bahasa dan unsur budaya yang mendasari tata Bahasa suatu peristiwa komunikasi. Hal ini dikarenakan perilaku berbahasa seseorang dipengaruhi oleh normanorma budaya masyarakatnya yang sudah mendarah daging dalam dirinya yang akan membentuk pola tutur seseorang. Etika berbahasa sangat penting untuk kelancaran komunikasi.

 

 Link Drive Unduh: https://drive.google.com/file/d/16VBnWv3Ab0zryZ95HLQs3gGnNJC3MINH/view?usp=sharing